Jumat, 19 Juli 2013

TINGGALKAN DENDAM DAN HASUD

Dendam adalah buah dari kemarahan; sedangkan letak dari kekuatan marah adalah hati. Marah adalah mendidihnya darah hati untuk menuntut hukuman. Arti dendam ialah apabila hati selalu merasa berat dan benci; sedangkan perasaan tersebut langgeng dan tetap.
Rasulullah saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ لَيْسَ بِحَقُوْدٍ
Orang mukmin itu bukanlah pendendam.

Definisi dendam adalah:
Benci terhadap kenikmatan yang ada pada orang lain dan senang apabila kenikmatan lenyap dari orang tersebut.

Hasud adalah buah dari dendam, sedangkan dendam adalah buah dari marah. Jadi hasud adalah cabang dari cabang, sedangkan marah adalah asal dari asal. Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَنَاجَشُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ. وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا . اَلْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ
/Janganlah kamu sekalian saling berbuat hasud. Janganlah saling menambah penawaran. Janganlah saling membenci. Janganlah bercerai-berai. Janganlah salah seorang dari kamu sekalian saling berebut pembeli. Dan jadilah kamu sekalian para hamba Allah yang bersaudara. Orang muslim adalah saudara orang muslim.
Hadits di atas berarti agar kita sekalian:
1. jangan saling mengangan-angankan nikmat yang ada pada orang lain hilang;

2. jangan saling menambah harga dari barang yang dijual oleh orang lain bukan karena senang membelinya, akan tetapi untuk mengecoh orang lain;

3. jangan saling membenci dan saling memalingkan muka karena benci;

4. jangan saling mengurangi harga barang dagangan bagi seseorang pembeli pada saat khiyar (saat tawar menawar masih berlangsung) dengan mengatakan: "Batalkan membeli barang itu dari si A; aku akan menjual kepadamu barang seperti itu dengan harga yang lebih murah, atau dengan harga seperti itu dengan barang yang lebih bagus!";

5. menyibukkan diri untuk melaksanakan ajaran agama Islam seolah-olah kita sekalian adalah anak-anak dari satu orang, sebagaimana sesungguhnya kita adalah para hamba Tuhan Yang Satu.
Hal tersebut didasarkan bahwa sesungguhnya orang muslim adalah saudara dari orang muslim lainnya dalam agama.


Sayyidina Hasan bin Ali ra meriwayatkan dari Rasulullah saw:
اَلْغِلُّ وَالْحَسَدُ يَأْكُلاَنِ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Dendam dan hasud memakan amal kebajikan, sebagaimana api memakan kayu bakar.
Diceriterakan bahwa iblis pernah datang ke pintu Fir'aun lalu mengetuknya. Fir'aun bertanya: "Siapakah yang mengetuk pintu?" Iblis menjawab: "Jika engkau Tuhan, niscaya engkau tidak bodoh!" Setelah Iblis masuk, dia berkata kepada Fir'aun: "Apakah engkau tahu orang di bumi ini yang lebih jahat dari pada engkau?" Fir'aun bertanya: "Siapakah dia?" Jawab iblis: "Orang yang hasud, karena ia akan terjatuh pada bencana ini!"

Melarang mencela orang muslim, di hadapannya atau tidak
Rasulullah saw bersabda:
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ اَنْ يَحْقِرَ اَخَاهُ الْمُسْلِمَ . كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وُمَالُهُ وَعِرْضُهُ .
Seseorang dianggap berbuat jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang muslim atas orang muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.
Maksud hadits tersebut adalah bahwa seseorang itu dianggap cukup melakukan kejahatan apabila dia menghina saudaranya sesama muslim sebab kemelaratannya atau lainnya. Seorang muslim seharusnya mengagungkan dan menghormati sesama muslim lainnya. Semua perbuatan yang menyakitkan orang muslim lain adalah haram, seperti menumpahkan darahnya, mengambil hartanya dan mencelanya, baik di hadapannya maupun pada saat dia tidak hadir. Dalam sebuah hadits disebutkan:
مَنْ مَاتَ تَآئِبًا مِنَ الْغِيْبَةِ فَهُوَ آخِرُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ مُصِرًّا عَلَيْهَا فَهُوَ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِى
Barangsiapa yang mati dalam keadaan bertaubat dari ghibah (menggunjing orang lain), maka dia adalah orang yang terakhir masuk surga. Dan Barangsiapa yang mati dalam keadaan terus menerus (membandel) berbuat ghibah, maka ia adalah orang pertama yang masuk neraka dalam keadaan menangis.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ حَمَى عِرْضَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ فِى الدُّنْيَا بَعَثَ اللهُ تَعَالَى لَهُ مَلَكًا يَحْمِيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ النَّارِ
Barangsiapa yang menjaga kehormatan saudaranya muslim di dunia, niscaya Allah Ta'ala akan mengutus malaikat pada hari kiamat untuk menjaganya dari api neraka.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ ذُكِرَ عِنْدَهُ اَخُوْهُ الْمُسْلِمُ وَهُوَ يَسْتَطِيْعُ نَصْرَهُ فَلَمْ يَنْصُرْهُ اَدْرَكَهُ اللهُ بِهَافِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ ذُكِرَ عِنْدَهُ اَخُوْهُ الْمُسْلِمُ فَنَصَرَهُ نَصَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Barangsiapa mendengar penuturan cacat saudaranya sesama muslim sedangkan dia mampu menolongnya namun ia tidak mau menolongnya , niscaya Allah menuntutnya di dunia dan akhirat. Dan Barangsiapa mendengar demikian dan mau menolongnya, niscaya Allah akan menolongnya di dunia dan akhirat.
Cabang iman 45-47 disebutkan dalam bait syair:
أَخْلِصْ لِرَبِّكَ ثُمَّ سُرَّ بِطَاعَةٍ * وَاحْزَنْ بِسُوْءٍ تُبْ وَاَنْتَ النَّادِمُ
Ikhlaskan niat karena Tuhanmu, gembiralah dengan ketaatan, susahlah berbuat jelek, taubatlah dengan penyesalan.

Ikhlas dalam beramal karena Allah Ta'ala
Imam al-Ghazali berkata bahwa ikhlas atau memurnikan niat ialah apabila tujuan dari amal ibadah yang dilakukan seseorang semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Misalnya orang yang tidur sehingga dapat mengistirahatkan badannya dengan maksud agar sesudah tidur ia kuat melakukan ibadah, maka tidurnya adalah ibadah dan ia memperoleh derajat ikhlas dalam hal tersebut. Jika tidak demikian, maka pintu ikhlas dalam amal ibadah tertutup baginya, kecuali jarang-jarang. Kebalikan dari ikhlas adalah syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam amal ibadah. Dalam hadits disebutkan bahwa pada hari kiamat orang yang berbuat riya, yaitu orang yang menjaring hati manusia atau mencari simpati manusia dengan amal ibadah, akan dipanggil dengan empat macam panggilan:
1. Wahai orang yang berbuat riya,
2. Wahai orang yang menipu,
3. Wahai orang musyrik, dan
4. Wahai orang kafir.

Pengarang kitab al-Washiyyah berkata: "Kesempurnaan peringkat ikhlas dapat berhasil dengan penyaksian seseorang hamba bahwa amalnya yang shalih adalah ciptaan Allah swt berdasar keyakinan yang mantap. Sedangkan dirinya tidaklah memiliki amal tersebut kecuali sekedar hanya menjalankan ibadah saja. Barangsiapa yang menyaksikan bahwa amalnya adalah ciptaan Allah Ta'ala berdasar keyakinan yang mantap, maka ia tidak mencari pahala, dan tidak terjangkit tiga macam penyakit amal, yaitu: riya', takabbur, dan membanggakan diri.

Senang sebab taat, sedih sebab kehilangan taat, dan menyesal sebab maksiat
Kesenangan hati karena dapat melakukan ketaatan kepada Allah swt yang menjadi cabang dari iman adalah ditinjau dari segi bahwa ketaatan tersebut adalah anugerah dan pertolongan dari Allah swt sebagaimana firman-Nya dalam surat Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan."
Seseorang tidak patut bergembira karena dapat berbuat taat, dengan tujuan ketaatan tersebut telah nampak dari pekerjaannya. Kegembiraan semacam ini dicela oleh agama. Hati yang sedih karena kehilangan kesempatan untuk melakukan ketaatan haruslah disertai dengan melaksanakan ketaatan tersebut. Jika tidak demikian, maka kesedihan tersebut termasuk tanda penipuan terhadap diri seseorang. Barangsiapa yang tidak sedih karena kehilangan kesempatan untuk berbuat taat dan tidak pula sedih karena melakukan kemaksiatan, maka hal tersebut termasuk tanda-tanda kematian hati. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوْ مُؤْمِنٌ
Barangsiapa yang amal baiknya menyenangkan dirinya dan amal jeleknya menyedihkan dirinya, maka ia adalah orang mukmin.

Bertaubat
Dalam surat at-Tahrim ayat 8 Allah swt berfirman:
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا … الآيَةَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.
Murni dalam taubat artinya semata-mata karena Allah swt dan sunyi dari campuran yang menyertainya.
Rasulullah saw telah bersabda:
اَلتَّائِبُ حَبِيْبُ اللهِ وَالتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah. Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang sama sekali tidak ada dosa baginya.
Pengertian taubat adalah:
1. Seketika meninggalkan perbuatan maksiat.
2. Bercita-cita meninggalkan maksiat untuk waktu yang akan datang.
3. Jangan ragu mengejar keteledoran yang telah dilakukan pada waktu-waktu yang telah lalu.
4. Menyesali perbuatan dosa yang telah lalu dan sedih terhadapnya adalah kewajiban dari taubat, karena 
 penyesalan adalah jiwa dari taubat, sebagaimana kata al-Ghozali.

Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq mendengar Rasul Allah saw bersabda:
مَامِنْ عَبْدٍ يَذْنُبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطَّهُوْرَ وَيُصَلِّى ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ اِلاَّ غُفِرَ لَهُ
Tidak ada seseorang hamba yang melakukan suatu dosa kemudian ia memperbagus (menyempurnakan) bersuci dan melakukan salat dan memohon ampun kepada Allah, kecuali dosanya diampunkan baginya.

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَالَ عَشْرًا حِيْنَ يُصْبِحُ وَحِيْنَ يُمْسِى : "اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ اِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ وَاَسْأَلُ التَّوْبَةَ وَالْمَغْفِرَةَ مِنْ جَمِيْعِ الذُّنُوْبِ " غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ رَمْلٍ عَالِجٍ . وَمَنْ قَالَ : "سُبْحَانَكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَعَمِلْتُ سُوْءًا فَاغْفِرْ لِى ذُنُوْبِى فَاِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ " غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ دَبِيْبِ النَّمْلِ
Barangsiapa yang mengucapkan sepuluh kali pada waktu pagi dan petang: "Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, yang sama sekali tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Pribadi, dan aku bertaubat kepada-Nya, aku memohon taubat dan ampunan dari semua dosa", niscaya diampuni dosa-dosanya meskipun dosa tersebut seperti pasir yang bertumpuk. Dan Barangsiapa yang mengucapkan: "Maha Suci Engkau, aku telah menganiaya diriku dan melakukan perbuatan jelek, maka ampunilah dosa-dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau", niscaya dosa-dosanya diampuni meskipun dosa tersebut seperti iring-iringan semut.

Abu Abdillah al-Warraq berkata: "Andai dosamu semisal bilangan tetesan hujan dan buih lautan, maka dosa tersebut dihapus dari dirimu jika kamu memohon ampun dengan bacaan istighfar ini:
اَللّهُمَّ اِنِّى اَسْأَلُكَ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كَلِّ ذَنْبٍ تُبْتُ اِلَيْكَ مِنْهُ ثُمَّ عُدْتُّ فِيْهِ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ مَا وَعَدْتُّكَ مِنْ نَفْسِى ثُمَّ لَمْ اُوْفِ لَكَ بِهِ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ عَمَلٍ اَرَدْتُّ بِهِ وَجْهَكَ فَخَالَطَهُ غَيْرُكَ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ نِعْمَةٍ اَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ فَاسْتَعَنْتُ بِهَا عَلَى مَعْصِيَتِكَ
Ya Allah, sungguh aku meminta Engkau dan meminta ampun kepada-Mu dari setiap dosa yang aku telah bertaubat dari dosa tersebut, kemudian aku kembali kepada dosa itu. Aku meminta ampun kepada-Mu dari setiap sesuatu yang aku telah janjikan kepada-Mu dari diriku, kemudian aku tidak memenuhi janji tersebut bagi-Mu. Aku meminta ampun kepada-Mu dari setiap perbuatan yang aku inginkan keridlaan-Mu, kemudian telah menyampuri amal tersebut selain keridlaan-Mu. Aku meminta ampun dari setiap kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadaku, kemudian kupergunakan untuk berbuat maksiat kepada-Mu.

Imam as-Suhaymi dalam kitab "Lubab at-Thalibin" berkata: "Imam at-Thabrani meriwayatkan dari Abu Darda' katanya: "Barangsiapa yang memohonkan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan pada setiap hari 27 kali, maka ia termasuk orang yang diampunkan doanya dan diberi rizki".
Syeikh Abul Hasan as-Syadzali berkata: "Jika kamu ingin hatimu tidak berkarat, tidak sedih, tidak ada kotoran, serta tidak tersisa dosa, maka perbanyaklah bacaan berikut:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ، لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ ثَبِّتْ عِلْمَهَا فِى قَلْبِى وَاغْفِرْ لِى ذَنْبِى وَاغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَقُلِ الْحَمْدُ ِللهِ وَسَلاَمٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفَى
Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung. Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Tetapkanlah ilmu kalimat tauhid tersebut dalam hatiku; ampunilah dosaku dan ampunilah orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan semoga keselamatan tetap terlimpah pada para hamba-Nya yang telah Dia pilih.
 
Cabang iman 48-49 disebutkan dalam bait syair:
وَائْتِ الضَّحِيَّةَ وَالْعَقِيْقَةَ وَاهْدِيَنْ*وَاُولِى الاُمُوْرِاَطِعْهُمُ لاَتَجْرِمُ
Bagikanlah binatang kurban, aqiqah dan hendaklah engkau sungguh-sungguh menyembelih binatang hadiah; taatilah penguasa dan janganlah kamu durhaka.

Menyembelih binatang kurban, aqiqah, dan hadiah
Kurban ialah menyembelih unta, sapi, atau kambing karena mendekatkan diri kepada Allah swt Waktu menyembelih binatang kurban adalah sesudah matahari terbit pada hari nahar, tanggal 10 Dzul Hijjah dan telah berlalu waktu sekedar cukup untuk melakukan salat Idul Adlha dan dua khutbah. Ini adalah pendapat Imam as-Syafii. Waktu terakhir untuk menyembelih binatang kurban adalah sebelum matahari terbenam tanggal 13 Dzul Hijjah. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas berpendapat bahwa waktu terakhir untuk menyembelih binatang kurban adalah sebelum matahari terbenam tanggal 12 Dzul Hijjah.

Daging binatang kurban yang sunnah, bukan kurban yang dinadzarkan, wajib dibagikan kepada fakir miskin; sedang orang yang menyembelih binatang kurban disunnatkan untuk tidak ikut memakan dagingnya lebih dari sepertiga. Daging binatang kurban itu disyaratkan untuk dibagikan dalam keadaan mentah, agar orang yang menerima dapat mempergunakannya sesuka hatinya, dijual, atau lainnya. Daging dari binatang kurban tidak sah dibagikan dalam keadaan masak kepada fakir miskin yang diundang makan ke rumah orang yang menyembelihnya. Adapun kurban yang dinadzarkan tidak boleh dimakan sama sekali oleh orang yang berkurban meskipun sedikit. Seluruhnya wajib disedekahkan, termasuk kulit dan tanduknya.

Aqiqah ialah hewan yang disembelih untuk anak yang baru lahir. Waktu terbaik aqiqah pada hari ketujuh dari kelahiran anak. Penyembelihannya disunnatkan setelah terbit matahari. Aqiqah untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor. Aqiqah disunnatkan untuk dihadiahkan kepada fakir miskin dalam keadaan dimasak terlebih dahulu dengan masakan yang manis dan berkuah serta diantarkan ke rumah-rumah mereka, artinya tidak mengundang fakir miskin untuk memakannya di rumah orang yang menyembelih aqiqah; kecuali kakinya, boleh diberikan dalam keadaan mentah kepada orang yang mau menerimanya.

Hadiah ialah hewan yang disembelih di dekat masjid al-Haram di Makkah oleh orang yang melakukan haji ifrad guna mendekatkan diri kepada Allah swt Waktu penyembelihan seperti waktu menyembelih hewan kurban.

Taat kepada ulil amri (penguasa) jika perintahnya sesuai dengan kaidah syariat Islam; dan mentaati larangannya selama tidak bertentangan dengan kaidah syariat Islam
Taat kepada ulil amri wajib bagi semua rakyat secara lahir dan batin, berdasarkan firman Allah swt dalam surat an-Nisa ayat 59:
يَآاَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيْعُوْا اللهَ وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَاُولِى اْلاَمْرِ مِنْكُمْ... الآية
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu sekalian kepada Allah dan taatlah kamu sekalian kepada Rasul dan orang-orang yang ulil amri di antara kamu ...
Ulil amri adalah para ulama dan pemegang kekuasaan dalam pemerintahan. Hadits Nabi Muhammad saw:
مَنْ اَطَاعَ اَمِيْرِى فَقَدْ اَطَاعَنِى وَمَنْ عَصَى اَمِيْرِى فَقَدْ عَصَانِى
Barangsiapa yang taat kepada amir saya, maka ia telah mentaati saya. Dan barang-siapa yang mendurhakai amir saya, maka ia telah mendurhakai saya.

Taat kepada ulil amri tidak berlaku untuk hal-hal yang haram dan makruh. Adapun taat mengenai hal-hal yang mubah (diperbolehkan agama) jika mengandung kemaslahatan bagi orang muslim, wajib ditaati. Jika tidak mengandung kemaslahatan bagi orang muslim, maka tidak wajib mentaatinya. Jika pemerintah mengundangkan mengenai larangan merokok, misalnya, maka wajib ditaati seluruh rakyatnya karena menghentikan merokok membawa kemaslahatan bagi umum dan terus menerus merokok adalah perbuatan yang hina menurut pandangan masyarakat dan manusia. Demikian pendapat Imam al-Bajuri.
ayat-ayat tersebut terdapat pemenuhan hajat dunia dan akhirat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar