Penulis Tuhfatul Ahwadzi
(Abul ‘Alaa Al Mubarokfuri)
telah menyebutkan satu per
satu hadits yang
membicarakan keutamaan
malam Nishfu Sya’ban.
Awalnya beliau berkata,
“Ketahuilah bahwa telah
terdapat beberapa hadits mengenai keutamaan
malam Nishfu Sya’ban, keseluruhannya
menunjukkan bahwa hadits tersebut tidak ada ashl-
nya (landasannya).” Lalu beliau merinci satu per satu
hadits yang dimaksud.
Pertama: Hadits Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻴﻄﻠﻊ ﻓﻰ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﺠﻤﻴﻊ ﺧﻠﻘﻪ ﺇﻻ
ﻟﻤﺸﺮﻙ ﺃﻭ ﻣﺸﺎﺣﻦ
“Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di
malam Nishfu Sya'ban kemudian mengampuni
semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau
orang yang bermusuhan dengan saudaranya.” (HR.
Ibnu Majah no. 1390). Penulis Tuhfatul Ahwadzi
berkata, “Hadits ini munqothi’ (terputus sanadnya)
.” [Berarti hadits tersebut dho’if].
Kedua: Hadits ‘Aisyah, ia berkata,
ﻗﺎﻡ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻓﺼﻠﻰ ﻓﺄﻃﺎﻝ
ﺍﻟﺴﺠﻮﺩ ﺣﺘﻰ ﻇﻨﻨﺖ ﺃﻧﻪ ﻗﺪ ﻗﺒﺾ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﺫﻟﻚ ﻗﻤﺖ ﺣﺘﻰ
ﺣﺮﻛﺖ ﺇﺑﻬﺎﻣﻪ ﻓﺘﺤﺮﻙ ﻓﺮﺟﻊ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﻓﻊ ﺭﺃﺳﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺠﻮﺩ ﻭﻓﺮﻍ
ﻣﻦ ﺻﻠﺎﺗﻪ ﻗﺎﻝ " : ﻳﺎ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺃﻭ ﻳﺎ ﺣﻤﻴﺮﺍﺀ ﺃﻇﻨﻨﺖ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﺧﺎﺱ ﺑﻚ ؟ " ﻗﻠﺖ : ﻟﺎ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ
ﻭﻟﻜﻨﻲ ﻇﻨﻨﺖ ﺃﻥ ﻗﺒﻀﺖ ﻃﻮﻝ ﺳﺠﻮﺩﻙ ، ﻗﺎﻝ " ﺃﺗﺪﺭﻱ ﺃﻱ ﻟﻴﻠﺔ
ﻫﺬﻩ ؟ " ﻗﻠﺖ : ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﺃﻋﻠﻢ ، ﻗﺎﻝ " : ﻫﺬﻩ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ
ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻳﻄﻠﻊ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺎﺩﻩ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ
ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﻠﻤﺴﺘﻐﻔﺮﻳﻦ ﻭﻳﺮﺣﻢ ﺍﻟﻤﺴﺘﺮﺣﻤﻴﻦ ﻭﻳﺆﺧﺮ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﺤﻘﺪ ﻛﻤﺎ ﻫﻢ
“Suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaksanakan shalat malam, beliau shalat dan
memperlama sujud sampai aku menyangka bahwa
beliau telah tiada. Tatkala aku memperhatikan hal
itu, aku bangkit sampai aku pun menggerakkan ibu
jarinya. Beliau pun bergerak dan kembali. Ketika
beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan
merampungkan shalatnya, beliau mengatakan,
“Wahai ‘Aisyah (atau Wahai Humairo’), apakah kau
sangka bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengkhianatimu?” Aku menjawab, “Tidak,
demi Allah. Wahai Rasulullah, akan tetapi aku sangka
engkau telah tiada karena sujudmu yang begitu
lama.” Beliau berkata kembali, “Apakah engkau tahu
malam apakah ini?” Aku menjawab, “Allah dan
Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau berkata, “Malam
ini adalah malam Nishfu Sya’ban. Sesungguhnya
Allah ‘azza wa jalla turun pada hamba-Nya pada
malam Nishfu Sya’ban, lantas Dia akan memberi
ampunan ampunan pada orang yang meminta
ampunan dan akan merahmati orang yang memohon
rahmat, Dia akan menjauh dari orang yang
pendendam.”
Dikeluarkan oleh Al Baihaqi. Ia katakan
bahwa riwayat ini mursal jayyid. Kemungkinan pula
bahwa Al ‘Alaa’ mengambilnya dari Makhul. [Hadits
mursal adalah hadits yang dho’if karena terputus
sanadnya]
Ketiga: Hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda,
ﻳﻄﻠﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﺧﻠﻘﻪ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﺠﻤﻴﻊ
ﺧﻠﻘﻪ ﺇﻟﺎ ﻟﻤﺸﺮﻙ ﺃﻭ ﻣﺸﺎﺣﻦ
“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada
malam Nishfu Sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh
makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang
bermusuhan.”Al Mundziri dalam At Targhib setelah
menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan,
“Dikeluarkan oleh At Thobroni dalam Al Awsath dan
Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al
Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits
dengan lafazh yang sama dari hadits Abu Musa Al
Asy’ari. Al Bazzar dan Al Baihaqi mengeluarkan yang
semisal dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu
‘anhu dengan sanad yang tidak mengapa.” Demikian
perkataan Al Mundziri. Penulis Tuhfatul Ahwadzi
lantas mengatakan, “Pada sanad hadits Abu Musa Al
Asy’ari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat
Lahi’ah dan dia dinilai dho’if.” [Hadits ini adalah
hadits yang dho’if]
Keempat: Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ﻳﻄﻠﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﺇﻟﻰ ﺧﻠﻘﻪ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ
ﻟﻌﺒﺎﺩﻩ ﺇﻟﺎ ﺍﺛﻨﻴﻦ ﻣﺸﺎﺣﻦ ﻭﻗﺎﺗﻞ ﻧﻔﺲ
“Allah ‘azza wa jalla mendatangi makhluk-Nya pada
malam Nishfu Sya’ban, Dia mengampuni hamba-
hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang
bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.” Al
Mundziri mengatakan, “Hadits ini dikeluarkan oleh
Imam Ahmad dengan sanad yang layyin (ada perowi
yang diberi penilaian negatif/ dijarh, namun
haditsnya masih dicatat).” [Berarti hadits ini
bermasalah].
Kelima: Hadits Makhul dari Katsir bin Murroh, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda di
malam Nishfu Sya’ban,
ﻳﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻟﺄﻫﻞ ﺍﻟﺄﺭﺽ ﺇﻟﺎ ﻣﺸﺮﻙ ﺃﻭ ﻣﺸﺎﺣﻦ
“Allah ‘azza wa jalla mengampuni penduduk bumi
kecuali musyrik dan orang yang bermusuhan”. Al
Mundziri berkata, “Hadits ini dikeluarkan oleh Al
Baihaqi, hadits ini mursal jayyid.” [Berarti dho’if
karena haditsnya mursal, ada sanad yang terputus].
Al Mundziri juga berkata, “Dikeluarkan pula oleh Ath
Thobroni dan juga Al Baihaqi dari Makhul, dari Abu
Tsa’labah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ﻳﻄﻠﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﻋﺒﺎﺩﻩ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
ﻭﻳﻤﻬﻞ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻳﻦ ﻭﻳﺪﻉ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺤﻘﺪ ﺑﺤﻘﺪﻫﻢ ﺣﺘﻰ ﻳﺪﻋﻮﻩ
“Allah mendatangi para hamba-Nya pada malam
Nishfu Sya’ban, Dia akan mengampuni orang yang
beriman dan menangguhkan orang-orang kafir, Dia
meninggalkan orang yang pendendam.” Al Baihaqi
mengatakan, “Hadits ini juga antara Makhul dan Abu
Tsa’labah adalah mursal jayyid”. [Berarti hadits ini
pun dho’if].
Keenam: Hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻘﻮﻣﻮﺍ ﻟﻴﻠﻬﺎ ﻭﺻﻮﻣﻮﺍ ﻧﻬﺎﺭﻫﺎ
ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻨﺰﻝ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﻐﺮﻭﺏ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﻴﻘﻮﻝ ﺃﻟﺎ
ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻐﻔﺮ ﻓﺄﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﺃﻟﺎ ﻣﺴﺘﺮﺯﻕ ﻓﺄﺭﺯﻗﻪ ﺃﻟﺎ ﻣﺒﺘﻠﻰ ﻓﺄﻋﺎﻓﻴﻪ ﺃﻟﺎ
ﻛﺬﺍ ﺃﻟﺎ ﻛﺬﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﻄﻠﻊ ﺍﻟﻔﺠﺮ
“Apabila malam nisfu Sya'ban, maka shalatlah di
malam harinya dan berpuasalah di siang harinya.
Sesungguhnya Allah turun ke langit bumi pada saat
itu ketika matahari terbenam, kemudian Dia
berfirman: "Adakah orang yang meminta ampun
kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya?
Adakah orang yang meminta rizki maka Aku akan
memberinya rizki? Adakah orang yang mendapat
cobaan maka Aku akan menyembuhkannya? Adakah
yang begini, dan adakah yang begini, hingga terbit
fajar.” Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan
dalam sanadnya terdapat Abu Bakr bin ‘Abdillah bin
Muhammad bin Abi Saburoh Al Qurosyi Al ‘Aamiri Al
Madani. Ada yang menyebut namanya adalah
‘Abdullah, ada yang mengatakan pula Muhammad.
Disandarkan pada kakeknya bahwa ia dituduh
memalsukan hadits, sebagaimana disebutkan dalam
At Taqrib. Adz Dzahabi dalam Al Mizan mengatakan,
“Imam Al Bukhari dan ulama lainnya
mendho’ifkannya”. Anak Imam Ahmad, ‘Abdullah
dan Sholih, mengatakan dari ayahnya, yaitu Imam
Ahmad berkata, “Dia adalah orang yang memalsukan
hadits.” An Nasai mengatakan, “Ia adalah perowi
yang matruk (dituduh dusta)”. [Berarti hadits ini di
antara maudhu’ dan dho’if]
Penulis Tuhfatul Ahwadzi setelah meninjau riwayat-
riwayat di atas, beliau mengatakan, “Hadits-hadits
ini dilihat dari banyak jalannya bisa sebagai hujjah
bagi orang yang mengklaim bahwa tidak ada satu
pun hadits shahih yang menerangkan keutamaan
malam Nishfu Sya’ban. Wallahu Ta’ala a’lam.”
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Hadits yang
menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban ada
beberapa. Para ulama berselisih pendapat mengenai
statusnya. Kebanyakan ulama mendhoifkan hadits-
hadits tersebut. Ibnu Hibban menshahihkan
sebagian hadits tersebut dan beliau masukkan
dalam kitab shahihnya.” (Lathoif Al Ma’arif, 245)
Tanggapan penulis, “Ibnu Hibban adalah di antara
ulama yang dikenal mutasahil, yaitu orang yang
bergampang-gampangan dalam menshahihkan
hadits. Sehingga penshahihan dari sisi Ibnu Hibban
perlu dicek kembali.”
Mengenai menghidupkan malam Nishfu Sya’ban
dengan shalat malam, Ibnu Rajab rahimahullah
mengatakan, “Mengenai shalat malam di malam
Nishfu Sya’ban, maka tidak ada satu pun dalil dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga para
sahabatnya. Namun terdapat riwayat dari
sekelompok tabi’in (para ulama negeri Syam) yang
menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan
shalat.” (Lathoif Al Ma’arif, 248)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, ulama yang
pernah menjabat sebagai Ketua Lajnah Ad Da’imah
(komisi fatwa di Saudi Arabia). Beliau rahimahullah
mengatakan, “Hadits yang menerangkan keutamaan
malam nishfu Sya’ban adalah hadits-hadits yang
lemah yang tidak bisa dijadikan sandaran. Adapun
hadits yang menerangkan mengenai keutamaan
shalat pada malam nishfu sya’ban, semuanya adalah
berdasarkan hadits palsu (maudhu’). Sebagaimana
hal ini dijelaskan oleh kebanyakan ulama.” (Majmu’
Fatawa Ibnu Baz, 1/188). Begitu juga di halaman
yang sama, Syaikh Ibnu Baz menjelaskan, “Hadits
dhoif barulah bisa diamalkan dalam masalah ibadah,
jika memang terdapat penguat atau pendukung dari
hadits yang shahih. Adapun untuk hadits tentang
menghidupkan malam nishfu sya’ban, tidak ada satu
dalil shahih pun yang bisa dijadikan penguat untuk
hadits yang lemah tadi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar