Sabtu, 15 Juni 2013

PENGHUNI SURGA

Suatu ketika Nabi Muhammad saw. duduk di masjid
dan berbincang bincang dengan sahabatnya. Tiba-
tiba beliau bersabda: “Sebentar lagi seorang
penghuni surga akan masuk kemari.” Semua mata
pun tertuju ke pintu masjid dan pikiran para hadirin
membayangkan seorang yang luar biasa. “Penghuni
surga, penghuni surga,” demikian gumam mereka.
Beberapa saat kemudian masuklah seorang dengan
air wudhu yang masih membasahi wajahnya dan
dengan tangan menjinjing sepasang alas kaki. Apa
gerangan keistimewaan orang itu sehingga
mendapat jaminan surga? Tidak seorang pun yang
berani bertanya walau seluruh hadirin merindukan
jawabannya.

Keesokan harinya peristiwa di atas terulang kembali.
Ucapan Nabi dan “si penghuni” surga dengan
keadaan yang sama semuanya terulang, bahkan
pada hari ketiga pun terjadi hal yang demikian.
Abdullah ibnu ‘Amr tidak tahan lagi, meskipun ia
tidak berani bertanya dan khawatir jangan sampai ia
mendapat jawaban yang tidak memuaskannya. Maka
timbullah sesuatu dalam benaknya. Dia mendatangi
si penghuni surga sambil berkata: “Saudara, telah
terjadi kesalahpahaman antara aku dan orang-tuaku,
dapatkah aku menumpang di rumah Anda selama
tiga hari?“
Tentu, tentu…,” jawab si penghuni surga.”
Rupanya, Abdullah bermaksud melihat secara
langsung “amalan” si penghuni surga.

Tiga hari tiga malam ia memperhatikan, mengamati
bahkan mengintip si penghuni surga, tetapi tidak
ada sesuatu pun yang istimewa. Tidak ada ibadah
khusus yang dilakukan si penghuni surga. Tidak ada
shalat malam, tidak pula puasa sunnah. Ia bahkan
tidur dengan nyenyaknya hingga beberapa saat
sebelum fajar. Memang sesekali ia terbangun dan
ketika itu terdengar ia menyebut nama Allah di
pembaringannya, tetapi sejenak saja dan tidurnya
pun berlanjut.

Pada siang hari si penghuni surga bekerja dengan
tekun. Ia ke pasar, sebagaimana halnya semua orang
yang ke pasar. “Pasti ada sesuatu yang
disembunyikan atau yang tak sempat kulihat Aku
harus berterus terang kepadanya,” demikian pikir
Abdullah.
“Apakah yang Anda perbuat sehingga Anda
mendapat jaminan surga?” tanya Abdullah.
“Apa yang Anda lihat itulah!” jawab si penghuni
surga.

Dengan kecewa Abdullah bermaksud kembali saja ke
rumah, tetapi tiba-tiba tangannya dipegang oleh si
penghuni surga seraya berkata: “Apa yang Anda
lihat itulah yang saya lakukan, ditambah sedikit lagi,
yaitu saya tidak pernah merasa iri hati terhadap
seseorang yang dianugerahi nikmat oleh Tuhan.
Tidak pernah pula saya melakukan penipuan dalam
segala aktivitas saya.”

Dengan menundukkan kepala Abdullah
meninggalkan si penghuni surga sambil berkata:
“Rupanya, yang demikian itulah yang menjadikan
Anda mendapat jaminan surga.“

Kisah di atas disadur dari buku Faidh Al-Nubuwah.
Petunjuknya demikian jelas, sehingga tidak perlu
rasanya diberi komentar guna menjadi pelita hati.
Saya hanya berkata: “Astaghfirullah, mampu-kah
kita mengikuti jejaknya? Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar